Senyum Terakhir
Oleh: Azizah Amatullah
Kupandang jendela yang ada dikelasku. “Kapan sih kamu datang?” aku bertanya pada diri sendiri, “aku benar-benar kangen tau, Lin!”
Besok, kawanku akan datang dari Kalimantan. Dia adalah sobatku. Aku benar-benar rindu padanya. Senang rasanya kalau bisa bertemu lagi.
Aku membenarkan tempat dudukku. Senyum mengembang di bibirku. Membayangkan esok aku akan bertemu dengan sobat lamaku itu.
TET!! TET!!
Bel masuk berbunyi nyaring. Aku segera duduk dengan rapi. Lalu menyiapkan buku untuk pelajaran jam ini.
Saat pelajaran, benar-benar, aku tidak bisa konsen pada pelajaran. Beberapa kali aku di tegur guru. Hanya Lin, yang ada dipikiranku, ya… dia sobatku. Sampai pulang… Ya, aku tak konsen sama sekali… Dan begitulah, sampai aku tidur. Mimpiku juga hanya Linn…
Hari ini, hari yang kunanti. Aku memakai pakaian paling rapih, menyiapkan puding kesukaannya dan lainnya. Lalu ku segera menjemputnya di bandara.
“Ayolah, Bu! Kasihan Lin mungkin dia sedang menunggu kita!” Aku mengeluh pada ibuku yang masih berpakaian.
“Sebentar lagi, Lena..!”katanya lembut sambil menyeleting pakaiannya,”nah sudah siap, ayo, Len!”ibu beranjak ke garasi. Untuk mengambil mobil tentunya. Ibuku bisa mengendarai mobil setelah ayah tak lagi ada.
Aku mengikuti ibu di belakang. Dan sekarang… ,waktunya aku pergi.
Setibanya di bandara…
“Bu, kok Lin gak ada sih?”tanyaku pada ibu.
Ibuku hanya mengangkat bahu.
“Telepon dong, Bu! Ke hapenya aja!”aku merayu Ibu.
“Baiklah.!”ibu merogohkan tangannya ke saku baju.
Kulihat ibu sedang berbicara. Entah mamah Lin. Ataupun Lin sendiri.
Setelah beberapa menit, ibu memasukan hape ke sakunya. Lalu menarikku ke dalam mobil. Matanya yang sipit (ya, kami memang golongan dari sebagian orang-orang china yang masuk islam) menatap kearahku dengan beribu perasaan. Aduh… Ada apa sih?
“Lena, Lin di rumah sakit. Dia tertabrak saat di bandara!”
Aku tersentak kaget. Bagaimana mungkin? Semoga ia selamat.
Ibu mengendarai mobilnya dengan cepat. Ibu berhutang budi pada mamah Lin. Aku juga. Ia menyelamatkan aku saat aku di rumah sakit dan di perkirakan meninggal.
Sesamapainya di rumah sakit, ibu segera bertanya di mana ruangan Lin berada.
Kami berdua lari ke kamar nomor 289. Itu kamar Lin dirawat.
Lin terbaring lemah tak berdaya.. Dia tak sadarkan diri. Benar-benar parah keadaannya. Aku memegang tangan kiri Lin kuat-kuat.
“Lin.., bertahanlah.. Kumohon bertahanlah,”bisikku ditelingannya.
Seketika, suatu keajaiban. Mata Lin terbuka. Dia sadarkan diri. Dia tersenyum lemah. Dia memegang tanganku.
“Relakanlah aku.., kalau aku tiada saat ini”dia tersenyum.. Menawan sekali senyumnya itu. Aku bagaikan hanyut, tersenyum patah-patah. Aku menggeleng. Tidak! Aku takkan mungkin membiarkan dia mati dengan keadaan seperti ini.
“Relakan aku.. Biarkan aku.. Bye Lena.. Semoga kau selalu dalam lindungan-Nya,”dia tersenyum pelan-pelan matanya menutup. Tidak! Aku benar-benar menangis keras. Kenapa harus seperti ini..?
***
Hujan sore ini membasahi tubuhku. Seakan dunia ini turun berduka cita atas kepergian kawanku. Aku berdiri disamping kuburan Lin. Kusimpan setangkai mawar biru diatas kuburannya.Bye Linn.. Kau sahabatku.. Yang akan selalu dihatiku.. Semoga Dia selalu disisimu..
-- o0o --
Azizah Amatullah adalah siswi SDIT Fithrah Insani di kelas 5 Abu Dzar (5A).Putri dari pasangan Angi Permana dan Ida Tahmidah ini memang cukup piawai dalam menyusun dan merangkai kata yang indah hingga akhirnya menjadi cerpen menggetarkan yang sedang anda baca ini.
Memang bakat luar biasa, apalagi usianya belum genap 12 tahun, tapi karyanya mampu membuat mata seorang ustadz berkaca-kaca menahan airmata yang mendesak keluar dari kelopak matanya.
Terus berkarya ya ... insya Alloh dengan do'a dan ikhtiar yang sungguh-sungguh Alloh akan memberikan hasil yang terbaik. Mudah-mudahan ini menjadi jalan kebaikan untuk ananda... Aamiin...
Bagi teman-teman yang ingin kenal lebih jauh bisa liat aja link-nya di:
http://foxcity.multiply.com
http://akuituazizah.blogspot.com
http://azizah-amatullah.blogspot.com
